Rekonstruksi Pendidikan Islam
Konsep Kurikulum Madrasah di Indonesia
Oleh:
zainuddin
IAIQI Indralaya
A. Pendahuluan
Pendidikan Agama Islam merupakan basis penyangga kontinuitas ajaran agama Islam sepanjang sejarah kemunculan agama Islam. Nilai-nilai universal Islam hanya bisa diwariskan melalui proses pendidikan dan pengajaran, yang telah berlangsung sejak lama, dari masa Nabi Muhammad SAW hingga kini, dari generasi ke generasi berikutnya.
Di antara lembaga pendidikan Islam yang tetap eksis hingga kini adalah Madrasah sebagai salah satu lembaga pendidikan yang tertua di Indonesia, di samping tentunya pesantren-pesantren yang tersebar di pelosok tanah air (Steenbrink,1994:153). Pendidikan di Madrasah merupakan bagian integral pesantren dalam awal perkembangannya. Lembaga ini mempunyai peran strategis dalam rangka pengembangan pendidikan Islam dalam masa yang cukup panjang. Madrasah secara realitas telah berkembang dengan pesat di pedesaan dan sebagian kota-kota di tanah air, baik di Jawa maupun di luar Jawa.
Madrasah sebagai lembaga pendidikan yang berciri khas Islam banyak menarik perhatian oleh berbagai kalangan terutama para pemerhati Pendidikan. Ketertarikan para pemerhati pendidikan ini disebabkan oleh banyak hal di antaranya; 1) posisi madrasah sangat strategis dan vital dalam membina generasi bangsa yang jumlah peserta didiknya sangat signifikan; 2) Secara kuantitas, madrasah di Indonesia baik negeri maupun swasta mengalami peningkatan yang cukup signifikan dan menyebar di seluruh wilayah Republik Indonesia dan 3) Adanya anggapan bahwa madrasah seakan-akan tersisih dan termarginalkan dari mainstrem pendidikan nasional dan dianggap sebagai pendatang baru yang dianggap banyak mengalami masalah dalam hal mutu, menagemen dan kurikulum.
Di sisi lain, perubahan yang besar terjadi di sekitar pendidikan Islam, yang mau tidak mau, madrasah harus menghadapinya dan mengharuskan terjadinya perubahan agar pendidikan Islam termasuk madrasah menjadi salah satu alternatif pilihan atau bahkan menjadi pilihan utama oleh masyarakat Indonesia. Madrasah sebagai lembaga pendidikan yang lahir dari, dan untuk masyarakat harus secepat mungkin melakukan pembenahan diri dalam menjawab tuntutan masyarakat dan dunia.
Untuk merespon tuntutan masyarakat dan menjaga jati diri madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam yang berkualitas dan memiliki ciri khas Islam, menurut Malik Fajar (2004 : 8) madrasah harus mengembangkan progran seperti ; memberikan nuansa Islam atau spritualisasi bidang studi umum, pengajaran bidang studi agama Islam yang bernuansa Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) dan menciptakan suasana keagamaan di madrasah terutama dalam pembelajaran MAFIKIBI (matematika, fisika, kimia dan biologi) yang religius dalam perilaku siswa. Lebih jauh, Malik Fajar mengatakan bahwa madrasah dapat menjadi pendidikan alternatif jika memenuhi empat tuntutan yaitu; kejelasan cita-cita dengan langkah yang operasional dalam usaha mewujudkan cita-cita pendidikan Islam, memberdayakan kelembagaan dengan menata kembali sistemnya, meningkatkan dan memperbaiki menagemen dan peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM).
Kurikulum merupakan suatu rancangan pendidikan yang merangkum semua pengalaman belajar peserta didik di sekolah. Ke dalamnya terintegrasi dengan filsafat, nilai-nilai, pengetahuan, keterampilan dan perbuatan pendidikan. Kurikulum disusun oleh para ahli pendidikan, ahli bidang ilmu, pendidik, pejabat pendidikan, serta unsur-unsur masyarakat lainnya. Rancangan ini disusun dengan maksud memberi pedoman bagi proses pembimbingan perkembangan peserta didik, mencapai tujuan yang dicita-citakan peserta didik, keluarga maupun masyarakat.
Kedudukan kurikulum di sini dapat ditempatkan dalam Guiding Intruction (arahan & bimbingan) dan juga harus bisa menduduki peran sebagai alat Anticipatory, yaitu alat yang dapat meramalkan masa depan (Subandijah, 1996 : 3). Jadi kurikulum merupakan komponen yang amat penting karena merupakan bahan-bahan ilmu pengetahuan yang diproses dalam sistem pendidikan Islam. Ia juga menjadi salah satu bagian dari bahan masukan yang mengandung fungsi sebagai alat pencapai tujuan (input instrumental) pendidikan Islam. Kurikulum pendidikan itu sendiri bertujuan memberi sumbangan untuk mencapai perkembangan menyeluruh dan terpadu bagi pribadi pelajar, membuka tabir tentang bakat-bakat dan kesediaan-kesediaannya serta mengembangkannya, mengembangkan minat, kecakapan, pengetahuan, kemahiran dan sikap yang diingini; menanamkan padanya kebiasaan, akhlak dan sikap yang penting bagi kejayaannya dalam hidup dan kemahiran asas untuk memperoleh pengetahuan, menyiapkannya untuk memikul tanggung jawab dan peranan-peranan yang diharapkan dari padanya dalam masyarakatnya; dan mengembangkan kesadaran agama, budaya, pemikiran sosial dan politik pada dirinya (Omar Mohammad, 1997 : 533).
Kurikulum harus didesain agar mampu menghasilkan muslim yang mampu menjadi Khalifah. Dalam al-Qur’an disebutkan bahwa manusia menduduki posisi Khalifah di muka bumi seperti tercermin pada Q.S. al-Baqarah: 30, yang artinya “Ingatlah ketika Tuhanmu berkata kepada Malaikat: Aku akan menciptakan Khalifah di atas bumi”. Manusia akan mampu mempertahankan kekhalifahannya jika ia dibekali dengan potensi-potensi yang membolehkannya berbuat demikian (Maksum, 1999 : 45). Tujuan hidup manusia ialah memperoleh keridhaan Allah. Jika demikian, tujuan akhir pendidikan Islam ialah manusia yang diridhai Allah SWT. yaitu manusia yang menjalankan peranan idealnya sebagai hamba dan Khalifah Allah secara sempurna (Hery Noer, 1999 : 78). Dengan demikian, pertimbangan dasar dalam mendesain kurikulum seperti itu ialah: Pertama, Pengembangan pendekatan keagamaan melalui semua mata pelajaran dan kegiatan. Misalnya: Diajarkan bahwa menurut Islam, bunga uang adalah haram, sedangkan dalam kuliah ekonomi diajarkan bahwa bunga uang perlu. Maka pendekatan seperti ini membingungkan mahasiswa, dan mahasiswa cenderung menerima salah satu saja. Pengetahuan mereka “terbelah” dan akhirnya dapat saja tersekularisasi. Kedua, kurikulum harus disusun sesuai dengan taraf perkembangan kemampuan siswa, sehubungan dengan itu maka prinsip. Ketiga, kurikulum haruslah disusun berdasarkan prinsip kesinambungan, berurutan dan terintegrasi (Tafsir, 1994 : 70-71).
Dengan demikian, kurikulum madrasah di Indonesia yang dipandang baik untuk mencapai tujuan pendidikan Islam adalah yang bersifat Integrated dan Komprehensif, mencakup ilmu agama dan umum. Karena kesempurnaan manusia tidak akan tercapai kecuali dengan menserasikan antara agama dan ilmu pengetahuan. Namun, kurikulum yang ada saat ini, apabila diperhatikan, selain masalah dualisme atau dikotomi pendidikan yang telah menjadi percaturan yang belum dapat terselesaikan sampai saat sekarang, juga dapat dilihat bahwa pendidikan Islam di Indonesia khususnya di madrasah juga masih ditemukan kesenjangan antara yang seharusnya dengan kenyataan nyata atau antara cita dan fakta. Di madrasah, permasalahannya adalah proporsi pendidikan agama yang dikurangi hanya untuk mengejar kelulusan ujian nasional yang semuanya mata pelajaran umum. Padahal, diakui atau tidak kurikulum pendidikan Islam mempunyai peran yang sangat besar, karena di dalamnya terdapat muatan-muatan moral keagamaan yang menjadikan manusia terdidik dan berakhlaqul karimah.
B. Pengertian Kurikulum dalam Pendidikan Islam
Kurikulum dalam pendidikan Islam, dikenal dengan kata Manhaj yang berarti jalan yang terang yang dilalui oleh pendidik bersama anak didiknya untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap mereka (Omar Mohammad, 1984 : 478). Selain itu, kurikulum juga dapat dipandang sebagai suatu program pendidikan yang direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai pendidikan (Zakiyah , 1996 : 122).
Kurikulum merupakan landasan yang digunakan pendidik untuk membimbing peserta didiknya ke arah tujuan pendidikan yang diinginkan melalui akumulasi sejumlah pengetahuan, keterampilan, dan sikap mental (Rasyidin dan Nizar, 2005 : 56).
Pengertian kurikulum yang dikemukakan oleh para ahli rupanya sangat bervariasi, tetapi dari beberapa devinisi itu dapat ditarik benang merah, bahwa di satu pihak ada yang menekankan pada isi pelajaran atau mata kuliah, dan di lain pihak lebih menekankan pada proses atau pengalaman belajar (Muhaimin, 2005 : 1-2).
Jika diaplikasikan dalam kurikulum pendidikan Islam, maka kurikulum berfungsi sebagai pedoman yang digunakan oleh pendidik untuk membimbing peserta didiknya ke arah tujuan tertinggi pendidikan Islam, melalui akumulasi sejumlah pengetahuan, keterampilan dan sikap. Dalam hal ini proses pendidikan Islam bukanlah suatu proses yang dapat dilakukan secara serampangan, tetapi hendaknya mengacu kepada konseptualisasi manusia paripurna (insan kamil) yang strateginya telah tersusun secara sistematis dalam kurikulum pendidikan Islam (Ramayulis, 2006 : 152).
Dengan demikian kurikulum pendidikan Islam terdiri dari evaluasi berkelanjutan terdiri dari perencanaan (rencana Allah) implementasi (yang dilaksanakan manusia selaku hamba Allah dan Khalifah di dunia ini) hingga evaluasi itu sediri (kelak dihari pembalasan) sebagaimana firman Allah dalam surah Yaasin ayat 65:
tPöquø9$# ÞOÏFøwU #n?tã öNÎgÏdºuqøùr& !$uZßJÏk=s3è?ur öNÍkÉ÷r& ßpkô¶s?ur Nßgè=ã_ör& $yJÎ/ (#qçR%x. tbqç6Å¡õ3t ÇÏÎÈ
“Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan” (Q.S.Yaasin : 65).
C. Kurikulum Pendidikan Islam
Islam berlaku sampai kapanpun, tak peduli di zaman teknologi secanggih apapun. Islam tetap berfungsi sebagai pedoman hidup manusia. Islam merupakan agama yang tidak dibatasi oleh ruang dan waktu, Islam tidak mengenal sekat-sekat geografis, sehingga menjadikan Islam sebagai Rahmatan li al-‘alamin.
Untuk menjadikan Islam sebagai Rahmatan li al-‘alamin perlu menyusun strategi dalam pendidikan Islam itu sendiri. Strategi tersebut adalah menjadikan isi kurikulum sebagai alat atau pijakan untuk menjadikan pendidikan Islam yang terarah dan terkoordinir dengan baik, sehingga apa yang menjadi tujuan dari pendidikan Islam itu sendiri dapat tercapai. Pijakan atau isi kurikulum tersebut tentunya tidak melenceng dari al-Qur’an dan Sunnah Rasul.
Kurikulum pendidikan Islam berbeda-beda isinya menurut kondisi perkembangan agama Islam, karena kaum muslimin berada di dalam lingkungan dan negeri yang berbeda-beda, walaupun mereka sepakat bahwa kitab suci al-Qur’an dijadikan sumber pokok ilmu-ilmu agama dan ilmu umum, al-Qur’an tetap menjadi sumber pedoman pendidikan di seluruh Negara Arab yang Islam, dan juga dijadikan sumber study lainnya (Jumbulati dan Abduh Futuh, 1994 : 58).
Menurut Hasan Langgulung, paling tidak ada empat aspek utama yang menjadi ciri-ciri ideal sebuah kurikulum, yaitu:
1. Memuat tujuan pendidikan yang ingin dicapai.
2. Memuat sejumlah pengetahuan (knowledge) dan keterampilan yang memperkaya aktivitas-aktivitas dan pengalaman peserta didik, sesuai dengan perkembangan peserta didik dan dinamika masyarakat.
3. Memuat metode, cara-cara mengajar dan bimbingan yang dapat diikuti peserta didik untuk mendorongnya kearah yang dikehendaki dan tercapainya tujuan pendidikan yang dirumuskan.
4. Memuat metode dan cara penilaian yang digunakan untuk mengukur dan menilai hasil proses pendidikan, baik aspek jasmani, akal, dan al-qalb (Ramayulis dan Nizar, 2009 : 191-192).
Menurut Omar Mohammad, mengemukakan bahwa tujuan tertinggi pendidikan Islam adalah mempersiapkan kehidupan dunia dan akhirat. Sementara tujuan akhir yang akan dicapai adalah mengembangkan fitrah peserta didik, baik ruh, fisik, kemauan, dan akalnya secara dinamis, sehingga akan terbentuk pribadi yang utuh dan mendukung bagi pelaksanaan fungsinya sebagai Khalifah fi al-Ardh (Rasyidin dan Nizar, 2005 : 36).
Membuat kurikulum sudah menentukan dan membuat visi yang direncanakan. Dalam pendidikan Islam visi adalah pernyataan sebuah cita-cita dan harapan-harapan yang ingin dicapai oleh pendidikan Islam itu sendiri dalam jangka panjang. Visi dalam pendidikan Islam disebut juga tujuan pendidikan Islam.
Dalam kurikulum pendidikan Islam tujuan yang ingin dicapai antara lain adalah:
1. Untuk mencapai Insan Kamil
2. Untuk mencapai penyempurnaan akhlak yang terpuji sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW ”Sesungguhnya Aku diutus untuk menyempurnakan ahlaq”
3. Untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat, sebagaimana firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 216
4. Untuk mencapai kehidupan yang seimbang antara dunia dan akhirat bekerjalah untuk duniamu sekan kau hidup selamanya bekerjalah untuk akhiratmu seakan esok kau tiada
5. Untuk beribadah kepada Allah, sebagaimana firman Allah surat Adz-Dzariyat ayat 56 yang artinya “Dan tidak Ku ciptakan jin dan manusia melainkan mereka beribadah kepada-Ku.”
Surat al-Baqoroh ayat 164 menerangkan sebagai berikut:
¨bÎ) Îû È,ù=yz ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur É#»n=ÏG÷z$#ur È@ø©9$# Í$yg¨Y9$#ur Å7ù=àÿø9$#ur ÓÉL©9$# ÌøgrB Îû Ìóst7ø9$# $yJÎ/ ßìxÿZt }¨$¨Z9$# !$tBur tAtRr& ª!$# z`ÏB Ïä!$yJ¡¡9$# `ÏB &ä!$¨B $uômr'sù ÏmÎ/ uÚöF{$# y÷èt/ $pkÌEöqtB £]t/ur $pkÏù `ÏB Èe@à2 7p/!#y É#ÎóÇs?ur Ëx»tÌh9$# É>$ys¡¡9$#ur ̤|¡ßJø9$# tû÷üt/ Ïä!$yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur ;M»tUy 5Qöqs)Ïj9 tbqè=É)÷èt ÇÊÏÍÈ
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan”(Q.S. al-Baqoroh: 164).
Dalam surat al-Imron ayat 190 juga dijelaskan sebagai berikut:
cÎ) Îû È,ù=yz ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur É#»n=ÏF÷z$#ur È@ø©9$# Í$pk¨]9$#ur ;M»tUy Í<'rT[{ É=»t6ø9F{$# ÇÊÒÉÈ
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal” (Q.S.al-Imron: 190).
Dari pengertian atau arti dari ayat di atas bahwasannya segala sesuatu yang ada di muka bumi ini ada yang mengaturnya, ada yang membuatnya, dan ada yang mengendalikannya agar kita sebagai manusia dan makluk Allah dikaruniai kelebihan dan diistimewakan Allah di banding makhluk yang lainnya. Manusia diberi anugerah oleh Allah berupa akal untuk berfikir dan untuk mengimplementasikannya terhadap pendidikan Islam. Ayat di atas jika dikaitkan dengan pendidikan Islam menjelaskan tentang kurikulum. Allah-lah Zat yang mengatur kurikulum di dunia ini dan tentu pula Allah-lah yang membuatnya. Allah kemudian mengutus Nabi Muhammad saw sebagai wakil kurikulum sekaligus pelaksana kurikulum di muka bumi ini.
Sedangkan menurut Quraish Shihab manusia bertugas sebagai ’abd lillah dan juga sebagai Khalifah fi al-Ardh. Kedua fungsi ini adalah konsekuensi dari potensi keilmuan yang mutlak bagi kesempurnaan pelaksanaan kedua tugas tersebut (Shihab, 1994 : 171).
Menurut Muhammad Quthb yang dikutip oleh Quraish Shihab kekhalifahan mengharuskan empat sisi yang saling berkaitan: (1) pemberi tugas, dalam hal ini Allah SWT; (2) penerima tugas, dalam hal ini manusia, perorangan maupun kelompok; (3) tempat atau lingkungan, di mana manusia berada; dan (4) materi-materi penugasan yang harus mereka laksanakan (Shihab, 1994 : 173).
Materi pendidikan Islam adalah bersumber dari al-Qur’an dan Hadis. Apa yang ada di dunia ini pada hakekatnya adalah ilmu-ilmu Allah. Hal ini sesuai dengan firman Allah yang artinya: ”Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya), yang minyaknya (saja) Hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu” (Q.S. An-Nur: 35).
Dalam Surah al-Kahfi ayat 109 berbunyi:
@è% öq©9 tb%x. ãóst7ø9$# #Y#yÏB ÏM»yJÎ=s3Ïj9 În1u yÏÿuZs9 ãóst6ø9$# @ö7s% br& yxÿZs? àM»yJÎ=x. În1u öqs9ur $uZ÷¥Å_ ¾Ï&Î#÷WÏJÎ/ #YytB ÇÊÉÒÈ
”Katakanlah: Sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)" (Q.S. Al-Kahfi: 109).
Materi pendidikan Islam antara lain berhubungan dengan aqidah:
y7Ï9ºs ¨br'Î/ ©!$# uqèd ,ysø9$# ¨br&ur $tB tbqããôt `ÏB ÏmÏRrß ã@ÏÜ»t7ø9$# ¨br&ur ©!$# uqèd Í?yèø9$# çÎ6x6ø9$# ÇÌÉÈ
”Demikianlah, karena Sesungguhnya Allah, Dia-lah yang hak dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain dari Allah Itulah yang batil; dan sesungguhnya Allah Dialah yang Maha Tinggi lagi Maha besar”. (Q.S. Lukman: 30).
óOÏ%r'sù y7ygô_ur ÈûïÏe$#Ï9 $ZÿÏZym 4 |NtôÜÏù «!$# ÓÉL©9$# tsÜsù }¨$¨Z9$# $pkön=tæ 4 w @Ïö7s? È,ù=yÜÏ9 «!$# 4 Ï9ºs ÚúïÏe$!$# ÞOÍhs)ø9$# ÆÅ3»s9ur usYò2r& Ĩ$¨Z9$# w tbqßJn=ôèt ÇÌÉÈ
”Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”. (Q.S. Ar-Rum: 30).
Dalam penyajian materi pendidikannya, al-Qur’an membuktikan kebenaran materi tersebut melalui pembuktian-pembuktian, baik dengan argumentasi-argumentasi yang dikemukakannya, maupun yang dapat dibuktikan sendiri oleh manusia melalui penalaran akalnya. Ini dianjurkan oleh al-Qur’an untuk dilakukan pada saat mengemukakan materi tersebut agar akal manusia merasa bahwa ia berperan dalam menemukan hakikat materi yang disajikan sehingga merasa memiliki dan bertanggung jawab untuk membelanya.
D. Ciri dan Dasar Kurikulum Pendidikan Islam
1. Ciri-ciri Kurikulum Pendidikan Islam
Ciri-ciri umum kurikulum pendidikan Islam adalah sebagai berikut :
1) Agama dan akhlak merupakan tujuan utama. Segala yang diajarkan dan di amalkan harus berdasarkan pada al-Qur’an dan As-Sunnah serta ijtihad para ulama.
2) Mempertahankan pengembangan dan bimbingan terhadap semua aspek pribadi siswa dari segi intelektual, psikologi, sosial, dan spiritual.
3) Adanya keseimbangan antara kandungan kurikulum dan pengalaman serta kegiatan pengajaran (Armai, 2002 : 33).
Oleh karena itu dapat dikatakan, bahwa sebagai inti dari ciri-ciri kurikulum pendidikan Islam adalah kurikulum yang dapat memotivasi peserta didik untuk berakhlak atau berbudi pekerti luhur, baik terhadap Tuhan, terhadap diri dan lingkungan sekitarnya.
2. Dasar-Dasar Kurikulum Pendidikan Islam
Omar Mohammad memberikan kerangka dasar yang jelas tentang kurikulum pendidikan Islam, yaitu:
1) Dasar Agama.
Dasar ini hendaknya menjadi ruh dan target tertinggi dalam kurikulum. Dasar agama dalam kurikulum pendidikan Islam jelas harus didasarkan pada al-Qur’an, al-Sunnah dan sumber-sumber yang bersifat furu’ lainnya.
2) Dasar Falsafah.
Dasar ini memberikan pedoman bagi tujuan pendidikan Islam secara filosofis, sehingga tujuan, isi dan organisasi kurikulum mengandung suatu kebenaran dan pandangan hidup dalam bentuk nilai-nilai yang diyakini sebagai suatu kebenaran, baik ditinjau dari segi ontology, epistimologi maupun aksiologi.
3) Dasar Psikologis.
Dasar ini memberikan landasan dalam perumusan kurikulum yang sejalan dengan ciri-ciri perkembangan psikis peserta didik, sesuai tahap kematangan dan bakatnya, memperhatikan kecakapan pemikiran dan perbedaan perorangan antara satu peserta didik dengan lainnya.
4) Dasar Sosial.
Dasar ini memberikan gambaran bagi kurikulum pendidikan Islam yang tercermin pada dasar social yang mengandung ciri-ciri masyarakat Islam dan kebudayaannya, baik dari segi pengetahuan, nilai-nilai ideal, cara berfikir dan adat kebiasaan, seni dan sebagainya. Sebab, tidak ada suatu masyarakat yang tidak berbudaya dan tidak berada pada masyarakat. Kaitannya dengan kurikulum pendidikan Islam sudah tentu kurikulum harus mengakar terhadap masyrakat dan perubahan dan perkembangannya (Ramayulis dan Nizar, 2009 : 191-192).
Falsafah Pendidikan Islam berdasarkan al-Qur’an sebagai sumber utamanya dan otomatis menjadikan al-Qur’an sebagai sumber utama dalam penyusunan kurikulumnya. Muhammad Fadhil al-Jamili mengemukakan bahwa, al-Qur’an al-Karim adalah kitab terbesar yang menjadi sumber filsafat pendidikan dan pengajaran bagi umat Islam. Sudah seharusnya kurikulum pendidikan Islam disusun sesuai dengan al-Qur’an al-Karim dan al-Hadis untuk melengkapinya. Di dalam al-Qur’an dan Hadis ditemukan kerangka dasar yang dapat dijadikan sebagai pedoman operasional dalam penyusunan kurikulum pendidikan Islam. Kerangka tersebut adalah: (1) Tauhid dan (2) perintah membaca (Ramayulis dan Nizar : 199-200).
Firman Allah SWT dalam surat al-Alaq ayat 1-5:
ù&tø%$# ÉOó$$Î/ y7În/u Ï%©!$# t,n=y{ ÇÊÈ t,n=y{ z`»|¡SM}$# ô`ÏB @,n=tã ÇËÈ ù&tø%$# y7/uur ãPtø.F{$# ÇÌÈ Ï%©!$# zO¯=tæ ÉOn=s)ø9$$Î/ ÇÍÈ zO¯=tæ z`»|¡SM}$# $tB óOs9 ÷Ls>÷èt ÇÎÈ
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya” (Q.S. al-Alaq :1-5).
Ditinjau dari segi kurikulum, sebenarnya Firman Allah SWT di atas merupakan pokok pendidikan yang mencakup seluruh ilmu pengetahuan yang dibutuhkan oleh manusia. Membaca selain melibatkan proses mental yang tinggi, pengenalan (cognition), ingatan (memory), pengamatan (perception), pengucapan (verbalization), pemikiran (reasoning), dan karya cipta (creativity). Proses tersebut sekaligus merupakan bahan pendidikan dalam Islam. Selanjutnya membaca merupakan alat sistem perhubungan (comunication system) yang menjadi syarat mutlak terwujudnya keterlanjutan suatu sistem sosial (social system) (Ramayulis dan Nizar : 201).
Jika dijabarkan secara cermat, kalimat ayat di atas pada dasarnya mencakup kerangka kurikulum pendidikan Islam yang ideal. Jabaran tersebut bisa dilihat dari beberapa indikasi, yaitu:
a) “Bacalah! Dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan”. Tekanan yang dikandung dalam ayat ini adalah kemampuan membaca yang dihubungkan dengan nama Tuhan sebagai Pencipta. Hal ini erat hubungannya dengan ilmu nagli (perenial knowledge).
b) ”Dia menciptakan manusia dari segumpal darah”. Ayat ini mendorong manusia untuk mengintrospeksi, menyelidiki tentang dirinya dimulai dari proses kejadian dirinya. Manusia ditantang dan dirangsang untuk mengungkapkannya melalui imajinasi maupun pengalaman (acquired knowledge).
c) “Bacalah, dan Tuhanmulah yang paling Pemurah, yang mengajarkan (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”. Motivasi yang terkandung dalam ayat ini adalah agar manusia terdorong untuk mengadakan eksplorasi terhadap alam sekitarnya dengan kemampuan membaca dan menulisnya.
d) Dari perintah Allah kepada manusia yang tercermin dalam ayat di atas, kemudian dikembangkan dalam bentuk ilmu-ilmu yang berhubungan dengan wahyu Allah yang termuat dalam al-Qur’an. Selanjutnya dikembangkan mengenai hal-hal yang berhubungan dengan alam sekitarnya. Hakekat membaca pada ayat Allah tersebut pada intinya adalah ”Tauhid”. Disinilah letaknya kurikulum pendidikan Islam, sebab menurut Islam semua pengetahuan datang dari Tuhan, tetapi cara penyampaiannya ada yang langsung dari Tuhan, dan ada pula melalui pemikiran manusia serta pengalaman indra yang berbeda satu sama lain (Ramayulis dan Nizar : 202)
E. Prinsip-prinsip Kurikulum Pendidikan Islam
Tentang prinsip-prinsip umum yang menjadi dasar penyusunan kurikulum pendidikan Islam, diantaranya:
1. Prinsip relevansi adalah adanya kesesuaian pendidikan dengan lingkungan hidup murid, relevansi dengan kehidupan masa sekarang dan yang akan datang, dan relevansi dengan tuntutan pekerjaan.
2. Prinsip efektifitas adalah agar kurikulum dapat menunjang efektifitas guru yang mengajar dan peserta didik yang belajar.
3. Prinsip efisiensi adalah agar kurikulum dapat mendayagunakan waktu, tenaga, dana, dan sumber lain secara cermat, tepat, memadai dan dapat memenuhi harapan.
4. Prinsip kesinambungan adalah saling hubungan dan jalin menjalin antara berbagai tingkat dan jenis program pendidikan.
5. Prinsip fleksibilitas artinya ada semacam ruang gerak yang memberikan sedikit kebebasan di dalam bertindak yang meliputi fleksibilitas dalam memilih program pendidikan, mengembangkan program pengajaran, serta tahap-tahap pengembangan kurikulum.
6. Prinsip integritas antara mata pelajaran, pengalaman-pengalaman, dan aktivitas yang terkandung di dalam kurikulum, begitu pula dengan pertautan antara kandungan kurikulum dengan kebutuhan murid dan masyarakat (Proyek Pembinaan Perguruan Tinggi Agama/ IAIN, 1983 : 116-118).
Adapun Menurut Omar Mohammad, prinsip-prinsip yang harus menjadi acuan kurikulum pendidikan Islam, meliputi:
1. Berorientasi pada Islam, termasuk ajaran dan nilai-nilainya. Untuk itu kurikulum yang dirumuskan, baik yang berkaitan falsafah, tujuan, kandungan, metode mengajar, maupun cara-cara perlakuan dan hubungan-hubungan yang berlaku dalam lembaga-lembaga pendidikan harus berdasarkan pada agama dan akhlak Islam.
2. Prinsip menyeluruh (universal), yaitu muatan kurikulum hendaknya berlaku secara menyeluruh, tanpa terbatasi oleh sekat wilayah.
3. Prinsip keseimbangan, yaitu muatan kurikulum hendaknya memuat ilmu dan aktivitas belajar secara berkesinambungan pada jenjang pendidikan yang ditawarkan.
4. Prinsip-prinsip interaksi antara kebutuhan peserta didik, pendidik dan masyarakat.
5. Prinsip pemeliharaan perbedaan-perbedaan individual antar peserta didik, baik perbedaan dari segi bakat, minat, kemampuan, kebutuhan dan sebagainya.
6. Prinsip perkembangan dan perubahan sesuai dengan tuntutan yang ada dengan tidak mengabaikan nilai-nilai absolute (Illahiah).
7. Prinsip pertautan (integritas) antar mata pelajaran, pengalaman-pengalaman, dan aktiviti yang terkandung dalam kurikulum dengan kebutuhan peserta didik dan kebutuhan masyarakat (Ramayulis dan Nizar : 196-19).
Menurut ‘Athiyyah pembuatan kurikulum pendidikan Islam itu menggunakan prinsip-prinsip:
1. Pengaruh mata pelajaran itu dalam pendidikan jiwa serta kesempurnaan jiwa. Karena itu, diberikan pelajaran-pelajaran keagamaan dan ketuhanan karena ilmu termulia ialah mengenai Tuhan serta sifat-sifat yang pantas pada Tuhan.
2. Pengaruh suatu pelajaran dalam bidang petunjuk atau tuntunan adalah dengan menjalani cara hidup yang mulia, sempurna, seperti dengan ilmu akhlak, hadis, fikih.
3. Di samping itu, ada lagi mata pelajaran yang dipelajari oleh orang-orang Islam karena mata pelajaran tersebut mengandung kelezatan ideologi, yaitu apa yang oleh ahli-ahli pendidikan utama dewasa ini dinamakan menuntut ilmu karena ilmu itu sendiri.
4. Orang-orang Muslim mempelajari ilmu pengetahuan karena ilmu itu dianggap yang terlezat bagi manusia. Menurut fitrahnya, manusia senang mengetahui sesuatu yang baru (al-Abrosyi, 2003 : 179).
Dengan demikian prinsip-prinsip Kurikulum dalam pendidikan Islam ada tujuan yang ingin dicapai, tujuan jangka pendek untuk di dunia dan tujuan jangka panjang untuk di akhirat. Objek materialnya adalah manusia dan objek formal nya adalah peserta didik (manusia) karena manusia dapat dididik dan memiliki potensi potensi untuk menjandi insan kamil terdiri dari unsur nafsani rohani dan jasmani selain itu karena manusia memiliki akal penglihatan dan hati sebagaimana firman Allah Allah mengeluarkanmu dari perut ibumu dalam kodisi tidak tahu apa apa dan menciptakan untuk pendengaran, penglihatan dan hati agar kalian bersyukur (al-Nahl :56)
F. Analisis Konsep Kurikulum Madrasah di Indonesia
Dalam merancang kurikulum ada empat aspek yang harus diperhatikan, yaitu: 1) tujuan pendidikan yang hendak dicapai, 2) materi atau bahan yang akan diberikan, 3) metode yang dipakai dalam menyampaikan, 4) penilaian yang dilakukan. Keempat aspek tersebut perlu diperatikan dan sekaligus menjadi acuan dasar dalam penyusunan kurikulum suatu pendidikan. Semua aspek tersebut saling terkait dan berhubungan antar sesama (Jalaluddin, 2003 : 170).
Kurikulum pendidikan Islam tak terlepas dari keterkaitannya dengan dasar dan tujuan filsafat pendidikan Islam itu sendiri. Beberapa bagian materi kurikulum dapat saja dikembangkan sesuai dengan tuntutan dan perkembangan zaman serta lingkungan hidup manusia. Namun demikian hubungannya dengan hakikat kejaadian manusia sebagai Khalifah dan pengabdian Allah yang setia, harus dijadikan titik tolak dari pengembangan itu. Keduanya harus saling terkait.
Berangkat dari pemikiran itu, maka secara garis besarnya kurikulum pendidikan Islam mengandung unsur-unsur: (1) Ketauhidan, (2) keagamaan, (3) Pengembangan manusia sebagai Khalifah Allah, (4) Pengembangan hubungan atar manusia, dan (5) Pengembangan diri sebagai individu, sejalan dengan potensi fitrahnya dalam statusnya selaku hamba Allah (Jalaluddin, 2003 : 170).
Sementara ini madrasah, pondok pesantren, perguruan tinggi Islam, disebut sebagai lembaga pendidikan Islam. Demian pula pelajaran fiqh, tauhid, akhlak, tasawwuf, tarekh dan bahasa arab dipandang sebagai pelajaran agama Islam. Oleh karena itu, tatkala seseorang ingin belajar agama, maka mereka datang ke lembaga pendidikan itu. Begitu pula tatkala belajar agama, maka mereka akan belajar fiqh, tauhid, akhlak dan lain–lainnya.
Sementara orang sudah puas dengan rumusan itu, tetapi ada saja yang mempertanyakan kembali. Apakah benar dengan belajar di madrasah, pondok pesantren, perguruan tinggi Islam dan demikian pula telah belajar ilmu tauhid, fiqh, akhlak dan tasawwuf sudah berhasil menjadi sosok seorang muslim yang memang dicita-citakan. Rumusan itu sudah dianggap baku, tetapi masih ada sementara orang yang merasa belum puas. Mereka mengatakan bahwa Islam adalah rakhmatan lil alamien. Seharusnya dengan Islam maka seseorang atau masyarakat harus lebih maju, lebih unggul, dan selalu di atas dari komunitas lainnya.
Harapan mereka yang menginginkan seorang dan atau masyarakat Muslim lebih maju, beralasan bahwa Islam memiliki pedoman yang langung diturunkan dari Allah, yaitu berupa al-Qur’an. Kitab suci ini adalah kumpulan wahyu yang tidak diragukan lagi kebenarannya. Siapapun yang berpegang pada ajaran ini, maka dijamin akan selamat, baik di dunia dan di akherat. Selain itu, umat Islam diberikan sebuah model kehidupan seseorang yang ideal, yaitu kehidupan Rasul-Nya, Muhammad SAW.
Atas dasar pandangan tersebut, mestinya umat Islam menjadi maju, unggul hingga menjadi tauladan bagi umat lainnya. Siapapun yang menjadi pemeluk Islam bukan karena disuruh, dipaksa-paksa, tetapi atas dasar panggilan keindahan ajaran Islam itu sendiri. Islam mengajarkan tentang hidup yang kaya ilmu, menjadi manusia berkualitas, mampu membangun tatanan sosial yang adil, secara istiqomah menjalankan kegiatan ritual untuk memperkukuh spiritual, dan selalu bekerja secara profesional atau beramal saleh.
Harapam yang amat ideal itu rupanya belum menjadi kenyataan. Di sana-sini ummat Islam, baik pada lingkup lokal maupun internasional masih belum meraih sebagaimana yang diidealkan itu. Bahkan, tidak sedikit, dari skala pribadi, kelompok atau lainnya yang lebih luas, yang masih mengalami tertinggal, baik pada bidang ilmu pengetahuan, teknologi, ekonomi, politik, sosial dan lain-lain. Masih sering dikabarkan, bahwa sementara masyarakat Islam menderita kemiskinan, berpendidikan rendah, kesehatan kurang terawat, dan seterusnya.
Untuk meningkatkan kualitas kehidupan umat Islam, cara terbaik adalah melalui pendidikan. Persoalannya adalah pendidikan seperti apa yang harus dikembangkan oleh ummat Islam. Keberadaan pondok pesantren, madrasah dan lembaga pendidikan tinggi Islam sebenarnya sudah memberikan sumbangan besar dalam meningkatkan kualitas umat Islam. Namun, terasa sekali, masih perlu upaya-upaya peningkatan kualitatif, baik terkait dengan kelembagaan, budaya, isi kurikulum, metodologi, leadership, maupun manajerialnya.
Pada akhir-akhir ini mulai ada pihak-pihak yang melakukan upaya-upaya merumuskan konsep pendidikan Islam yang lebih bersifat holistik, yaitu pendidikan Islam yang tidak sebatas menekankan pada aspek rirual, melainkan menyentuh seluruh aspek kehidupan hingga menyeluruh sebagaimana pesan al-Qur’an dan hadits nabi sendiri. Pendidikan Islam yang digambarkan ideal itu diharapkan mampu mengantarkan para siswanya menjadi manusia unggul secara substantif, dan bukan hanya memenuhi kriteria yang bersifat kondisional dan temporal.
Adapun yang dimaksudkan kriteria yang bersifat kondisional dan temporal misalnya, bahwa madrasah disebut unggul manakala para lulusannya berhasil diterima di perguruan tinggi ternama, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Keunggulan perguruan tinggi dimaksud juga hanya diukur dari mudahnya para lulusannya mendapatkan lapangan pekerjaan dengan imbalan besar. Padahal visi, misi dan orientasi pendidikan Islam tidak sebatas itu, melainkan mengedepankan semua aspek kehidupan, baik yang terkait dengan kehidupan spiritual dan akhlak, intelektual, emosional, sosial, profesional, dan lain-lain. Semjua aspek itu harus ditumbuh-kembangkan secara bersama-sama dan seimbang.
Jika demikian itu halnya, pendidikan Islam tidak cukup hanya dipahami sebagai konsep yang merupakan ramuan dari beberapa model pendidikan yang selama ini ada. Misalnya, sebatas mengambil konsep dari barat lalu kemudian melengkapinya dengan pikiran-pikiran yang dianggap sebagai bersumber dari ajaran Islam. Melalui proses seperti itu kemudian muncul pelajaran agama pada sekolah umum, atau dikembangkan lembaga pendidikan Islam yang disana diajarkan ilmu agama dalam jumlah lebih banyak. Hal demikian itu, bisa jadi, ruh atau visi pendidikan Islam yang sebenarnya tidak tertangkap secara jelas. Akibatnya, pendidikan Islam dimaksud tidak akan mampu melahirkan lulusan yang dianggap ideal sebagaimana yang diharapkan selama ini.
Untuk itulah perlu dicari jalan ke luar dan atau dicarikan format yang benar-benar mengikuti petunjuk al-Qur’an dan hadits Nabi. Tentu format itu seharusnya disesuaikan dengan perkembangan zaman, baik saat ini maupun yang akan datang. Sebagai misal, konsep manusia ideal yang akan dibangun lewat pendidikan Islam, sebagaimana ditunjukkan dalam al-Qur’an, salah satunya adalah disebut ulul al baab. Seseorang disebut sebagai ulul al baab adalah orang yang selalu ingat Allah, memikirkan ciptaan Allah baik di langit maupun di bumi, dan selalu yakin bahwa seluruh ciptaan Allah tidak ada yang sia-sia. Sementara lainnya adalah bahwa pendidikan itu meliputi kegiatan tilawah, tazkiyah, taklim kitab suci dan hikmah. Manakala prinsip-prinsip itu kemudian dikembangkan dalam menyusun konsep pendidikan Islam, maka Insya Allah akan ditemukan gambaran atau format pendidikan Islam yang ideal, yang selama ini dicari dan ditunggu kehadirannya.
G. Kesimpulan
Dari tahun ke tahun kurikulum akan terus berubah sesuai dengan perubahan dan perkembangan pemikiran manusia. Namun bagaimana cara mengatasi perubahan tersebut, hal ini sangat bergantung kepada kecermatan pengembang kurikulum itu sendiri. Satu hal yang harus dan mesti diperhatikan adalah bagaimana lembaga pendidikan Islam dapat mengantisipasi masalah ini, tanpa melupakan esensi ajaran-ajaran agama Islam itu sendiri.
Dari berbagai uraian dan persoalan tersebut di atas, dapat diketahui bahwa kurikulum pendidikan Islam merupakan salah satu komponen yang amat penting dalam proses pendidikan Islam. Kekeliruan dalam menyusun kurikulum, akan membawa ahli didik mengemukakan ketentuan berbagai macam guna penyusunan kurikulum itu. Kurikulum yang sejalan dengan idealitas Islami adalah kurikulum yang mengandung materi (bahan) ilmu pengetahuan yang mampu berfungsi sebagai alat untuk tujuan hidup Islami.
Kurikulum pendidikan Islam haruslah disesuaikan dengan al-Qur’an dan Hadist baik tujuan, objek material, materi, metode yang digunakan alokasi waktu dan evaluasinya. Bertujuan untuk menjadikan insan kamil, menyeimbangkan antara kebaikan duniawi dan ukhrawi, bertujuan untuk menjadi hamba dan Khalifah yang baik didunia dan akhirat. Sebagai misal, konsep manusia ideal yang akan dibangun lewat pendidikan Islam, sebagaimana ditunjukkan dalam al-Qur’an, salah satunya adalah disebut ulul al-baab, yaitu orang yang selalu ingat Allah, memikirkan ciptaan Allah baik di langit maupun di bumi, dan selalu yakin bahwa seluruh ciptaan Allah tidak ada yang sia-sia.
Sedang inti dari semua pengembangan kurikulum dilihat dari sudut pandang Islami adalah kebenaran yang fundamental dan yang tidak dapat diubah, yaitu prinsip tauhid. Secara garis besarnya, dalam kurikulum pendidikan Islam harus terlihat adanya unsur-unsur: 1) Ketauhidan, 2) Keagamaan, 3) Pengembangan potensi manusia sebagai Khalifah Allah, 4) Pengembangan hubungan antar manusia dan 5) Pengembangan diri sebagai individu.
Daftar Pustaka
Al-Qur’an dan Terjemahnya.
Arief, Armai 2002. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam. Jakarta, Ciputat Pers.
Al-Abrosyi, Muhammad Athiyah 2003. Prinsip-Prinsip Dasar Pendidikan Islam. Bandung, Pustaka Setia.
Al-Toumy Al-Syaibany, Omar Mohammad 1984. Falsafah Pendidikan Islam, (Terj. Hassan Langgulung). Jakarta, Bulan Bintang.
_________________________________ 1997. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta, PT. Bulan Bintang.
Daradjat, Zakiyah dkk. 1996. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta, Bumi Aksara.
Fajar, Malik (t.th). Visi Pembaruan Pendididikan Islam.
Jalaluddin 2003. Teologi Pendidikan. Jakarta, PT. Raja Grafindo.
Jumbulati, dan Abduh Futuh 1994. Perbandingan Pendidikan Islam. penerjemah Arifin. Jakarta, Asdi Mahasatya.
Maksum, H. 1999. Madrasah: Sejarah & Perkembangannya. Jakarta, Logos Wacana Ilmu.
Muhaimin 2005. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah Madrasah dan Perguruan Tinggi. Jakarta, Raja Grafindo Persada.
Noer Aly, Hery 1999. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta, Logos.
Proyek Pembinaan Perguruan Tinggi Agama/IAIN. 1983. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta, Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam.
Subandijah 1996. Pengembangan dan Inovasi Kurikulum. Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada.
Rasyidin dan Samsul Nizar 2005. Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis Filsafat Pendidikan Islam. Ciputat, Ciputat Press.
Ramayulis, H., 2006. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta, Kalam Mulia.
Ramayulis dan Samsul Nizar 2009. Manajemen Pendidikan Islam. Jakarta, Kalam Mulia.
Steenbrink, Karel A. 1994. Pesantren, Madrasah, Sekolah: Pendidikan Islam dalam Kurun Modern. Jakarta, LP3ES.
Shihab, Quraish 1994. Membumikan Al Qur’an. Bandung, Mizan.
Tafsir, Ahmad 1994. Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam. Bandung, PT. Remaja Rosdakarya.